Selasa, 15 Januari 2013

biokimia-siklus urea



I.     PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Sebagian besar energi metabolik yang dihasilkan didalam jaringan berasal dari oksidasi karbohidrat dan triasilgliserol, yang bersama-sama memberikan energi sampai 90% kebutuhan energi laki-laki dewasa. Sisanya sebanyak 10%-15% tergantung pada makanan yang diberikan oleh oksidasi asam amino.
Walaupun asam amino terutama sebagai unit pembangun bagi biosintesis protein, molekul ini dapat mengalami degradasi oksidatif didalam tiga keadaan metabolik yang berbeda. Selama putaran dinamik normal protein tubuh, asam amino yang dibebaskan, jika tidak diperlukan untuk sintesis protein tubuh yang baru maka protein ini dapat mengalami degradasi oksidatif.
Pada hewan, ureotelik, ammonia yang dihasilkan dari deaminasi asam amino diubah menjadi urea di dalam hati oleh mekanisme siklik, yaitu siklus urea, yang pertama kali ditemukan leh Hans Krebs dan Kurt Henseleit pada 1932. Krebs dan Henseleit menemukan bahwa kecepatan pembentukan urea dari ammonia oleh irisan tipis hati yang disuspensikan di dalam medium buffer aerobic dipercepat oleh penambahan salah satu dari tiga senyawa spesifik, ornitin, sitrulin, atau arginin.

2.2. Tujuan
a. Mengetahui dan memahami pemindahan gugus α-amino dikatalis oleh transaminase
b. Mengetahui dan memahmi transport amonia
c. Mengetahui dan memahami tahap siklus urea













II. PEMBAHASAN
2.1. Pemindahan Gugus α-Amino Dikatalis oleh Transaminase
Gugus α-amino dari ke 20 asam L-amino yang biasa dijumpai pada protein, pada akhirnya dipindahkan pada tahap tertentu dalam degradatif oksidatif molekul tersebut. Jika tidak dipergunakan kembali untuk sintesis asam amino yang baru atau produk nitrogen lainnya, gugus amino ini dikumpulkan dan lambat laun diubah menjadi satu produk akhir yang dapat dikeluarkan. Pada manusia dan kebanyakan vertebrata daratan, bentuk ini adalah urea. Pembebasan gugus α-amino dari kebanyakan asam L-amino dikatalisa oleh enzim yang disebut transaminase atau aminotransferase (Faqih, 2012).
Pada reaksi ini, yang kita kenal juga sebagai transaminasi, gugus α-amino dipindahkan secara enzimatik ke atom karbon α pada α-ketoglutarat, sehingga dihasilkan asam α-keto, sebagai analog dengan asam amino yang bersangkutan. Reaksi ini juga menyebabkan aminasi αketoglutarat, membentuk L-glutamat.
Asam L-α-amino + α-ketoglutarat ↔ asam α-keto + L-glutamat



Perhatikan bahwa kita tidak menjumpai deaminasi total, atau hilangnya gugus amino di dalam reaksi ini, karena α-ketoglutarat teraminasi pada saat asam α-amino mengalami deaminasi. Tujuan keseluruhan reaksi transaminasi adalah mengumpulkan gugus amino dari berbagai asam amino dalam bentuk hanya satu asam amino, yakni L-glutamat. Jadi katabolisme gugus asam amino menyatu menjadi produk tunggal (Faqih, 2012).
Kebanyakan transaminase bersifat spesifik bagi α-ketoglutarat sebagai molekul penerima gugus amino di dalam reaksi ini seperti dituliskan di atas. Namun demikian, enzim tersebut tidak terlalu spesifik bagi substratnya yang lain, yaitu asam L-amino yang memberikan gugus aminonya.
Gambar 1. Reaksi Transaminase

Beberapa transaminase yang paling penting, yang dinamakan sesuai dengan molekul pemberi aminonya, ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini:
L-Alanin + α – ketoglutarat ↔ piruvat + L- glutamate
(alanin transaminase)

L-Aspartat + α–ketoglutarat ↔ oksaloasetat + L-glutamat
(aspartat tansaminase)

L-Leusin + α–ketoglutarat ↔ α- ketoisokaproat + L-glutamat
(leusin transaminase)

L-Tirosin + α–ketoglutarat ↔ P-hidroksitenilpiruvat + L-glutamat
(tirosin transaminase)
(Strayer, 1995).



Jadi, α-ketoglutarat merupakan senyawa umum penerima gugus amino dari kebanyakan asam amino yang lain. L-glutamat yang terbentuk berperan untuk menyampaikan gugus amino kepada lintas biosintetik tertentu atau menuju ke urutan akhir reaksi ini. Di sini, hasil buangan bernitrogen dibentuk dan lalu dikeluarkan dari tubuh. Semua transaminase memiliki gugus prostetik yang terikat kuat dan mekanisme reaksi yang bersifat umum. Gugus prostetik piridoksal fosfat, merupakan turunan piridoksin atau vitamin B6. Piridoksal fosfat berfungsi sebagai senyawa antara pembawa gugus amino pada sisi aktif transaminase. Selama berlangsungnya siklus katalistik, molekul ini mengalami perubahan dapat balik di antara bentuk aldehidanya, piridoksal fosfat, yang dapat menerima gugus amino, dan bentuk teraminasinya piridoksamin fosfat, yang dapat memberikan gugus aminonya kepada α-ketoglutarat. Dengan cara ini, gugus prostetik bertindak sebagai molekul pembawa sementara gugus amino (yang bersifat dapat balik) dari suatu asam amino menuju α-ketoglutarat
Transaminase merupakan contoh klasik enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi ping-pong bimolecular. Pada reaksi tersebut, substrat pertama harus meninggalkan sisi aktif enzim sebelum substrat kedua dapat terikat. Jadi, asam amino yang datang mengikat sisi aktif, memberikan gugus aminonya ke piridoksal fosfat, dan meninggalkan enzim dalam bentuk suatu asam α-keto. Lalu, asam α-keto yang datang diikat, menerima gugus amino dari piridoksamin fosfat, dan meninggalkan enzim, sekarang dalam bentuk suatu asam amino (Strayer, 1995).
Gugus karbonil dari piridoksal fosfat yang terikat oleh enzim bergabung dengan gugus α-amino dari asam amino yang datang, membentuk senyawa antara yang berikatan kovalen, yaitu sejenis senyawa yang disebut basa Schiff. Suatu perpindahan ikatan ganda C=N terjadi setelah itu, dan kerangka karbon asam amino yang terikat kovalen pada gugus prostetik dalam bentuk pirikdosamin fosfat. Molekul ini sekarang membentuk basa Schiff dengan α-ketoglutarat yang datang, yang segera menerima gugus asam amino, pada hakekatnya melalui kebalikan reaksi yang membentuknya.
Pengukuran aktivitas transminase alanin dan aspartat di alam serum darah merupakan prosedur diagnostic yang penting di dalam ilmu kedokteran, yang digunakan untuk menentukan gawatnya serangan jantung dan untuk memantau penyembuhan penyakit ini. Pengukuran ini juga dipergunakan untuk mendetaksi pengaruh racun beberapa kimiawi industry (Strayer, 1995).

2.2. Transport Amonia
Krebs dan Henseleit menemukan bahwa kecepatan pembentukan urea dari ammonia oleh irisan tipis hati yang disuspensikan di dalam medium buffer aerobic dipercepat oleh penambahan salah satu dari tiga senyawa spesifik, ornitin, sitrulin, atau arginin.
Arginin tentunya merupakan salah satu asam amino baku yang ditemukan pada protein. Walaupun ornitin dan sitrulin juga merupakan asam  α-amino, golongan ini tidak terdapat sebagai unit pembangun molekul protein. Ketiga senyawa ini merangsang aktivitas sintesis urea jauh melampaui aktivitas senyawa bernitrogen umum lainnya yang diuji. Struktur ketiga senyawa aktif ini memperlihatkan bahwa ketiganya mungkin berhubungan satu sama lain dalam satu urutan, dengan ornitin sebagai pemula sitrulin dan selanjutnya sitrulin menjadi pemula arginin. Arginin telah lama diketahui dapat terhidrolisa menjadi ornitin dan urea oleh kerja enzim arginase (Faqih, 2012).
Arginin + H2O → ornitin + urea





Krebs menyimpulkan bahwa suatu proses siklik terjadi, dengan ornitin memegang peranan serupa dengan oksalaasetat di dalam siklus asam sitrat. Molekul ornitin bergabung dengan satu molekul NH3  dan satu CO2 membentuk sitrulin. Molekul kedua ammonia ditambahkan ke sitrulin, membentuk arginin, yang lalu terhidrolisis menghasilkan urea, dengan pembentukan  kembali molekul ornitin. Semua organisme  yang mampu melakukan biosintesis arginin dapat mengkatalisis reaksi-reaksi ini sampai ke titik arginin, tetapi hanya hewan ureotelik yang dilengkapi sejumlah besar enzim arginase, yang mengkatalisis hidrolisis tak  dapat balik arginin, membentuk urea dan ornitrin. Ornitrin yang diregenerasi ini lalu siap untuk memulai putaran selanjutnya siklus urea ini (Strayer, 1995).
Ammonia bersifat toksik, jadi tidak diangkut dalam bentuk bebas dari jaringan ekstrahepatik. Mekanisme utama yang terjadi pada kebanyakan jaringan adalah glutamin sintetase akan mengubah ammonia menjadi glutamin yang nontoksik.                                      
glu + NH4+ + ATP  Glutamin Sintase            gln + H2O + ADP + Pi
Glutamin didapat dari a-ketoglutarat (tca cycle) melalui reaksi transaminasi dengan asam amino lain. Glutamin  diangkut dlm darah kehati, ginjal dan gut (usus). Dalam  hati glutamin dihidrolisis untuk melepas ammonia yg akan masuk siklus urea
                        gln +H2O         Glutaminase          glu + NH 4+
2.3. Tahap Siklus Urea
Siklus Urea Terdiri Atas Beberapa Tahap Kompleks. Gugus amino pertama yang memasuki siklus urea muncul dalam bentuk ammonia bebas, oleh deasimenasi oksidatif glutamate di dalam mitokondria sel hati. Reaksi ini dikatalisis oleh glutamate dehidrogenase, yang memerlukan NAD+.
Glutamat- + NAD+ + H2O ↔ α-ketoglutarat2- + NH4+ + NADH + H+


Reaksi dari siklus urea yaitu:
1)        Reaksi pada sintesis karbamil fosfat
Amonia bebas yang terbentuk segera dipergunakan, bersama-sama dengan karbon dioksida yang dihasilkan di dalam mitokondria oleh respirasi, untuk membentuk karbamoil fosfat di dalam matriks, pada suatu reaksi yang  bergantung kepada ATP, yang dikatalisis oleh enzim karbamoil fosfat sintetase I. Angka Romawi ini menunjukkan bentuk mitokondria enzim ini, untuk membendakannya dari bentuk sitosolnya (II). Dalam reaksi pembentukan karbamil fosfat ini, satu mol ammonia bereaksi dengan satu mol karbondioksida dengan bantuan enzim karbamilfosfat sintetase. Reaksi ini membutuhkan energy, karenanya reaksi ini melibatkan dua mol ATP yang diubah menjadi ADP. Disamping itu sebagai kofaktor dibutuhkan Mg2+ dan N-asetil-glutamat.
CO2 + NH3 + 2ATP + H2O → OPO-OO- + 2 ADP + Pi H2NCOMg2              ΔGo=-3,3kkal/mol
+ N-asetil glutamat Karbamoil fosfat           
Karbamoil fosfat sintetase I merupakan enzim pengatur, enzim ini memerlukan N-asetilglutamat sebagai modulator positif atau perangsangnya. Karbamoil fosfat merupakan senyawa berenergi  tinggi, molekul ini dapat dipandang sebagai suatu pemberi gugus karbamoil yang telah diaktifkan. Perhatikan bahwa gugus fosfat ujung dari dua molekul ATP dipergunakan untuk membentuk satu molekul karbamoil fosfat (Strayer, 1995).
2)   Reaksi pada pembentukan siturulin 11
Pada tahap selanjutnya dari siklus urea, karbamoil fosfat memberikan gugus karbamoilnya kepada ornitin untuk membentuk sitrulin dan membebaskan fosfatnya, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh ornitin transkarbamoilase yang terdapat pada bagian mitokondria sel hati, yakni enzim mitokondria yang memerlukan Mg2+.
Karbamoil fosfat + ornitin → sitrulin + Pi + H+
Sitrulin yang terbentuk sekarang meninggalkan mitokondria dan menuju ke dalam sitosol sel hati. Gugus amino yang kedua  sekarang datang dalam bentuk L-aspartat, yang sebaliknya diberikan dari L-glutamat oleh kerja aspartat transaminase.
Oksalasetat + L-glutamat ↔ L-aspartat + α-ketoglutarat
L-Glutamat tentunya menerima gugus amino dari kebanyakan asam amino umum lainnya oleh transaminasi menjadi α-ketoglutarat. Pemindahan gugus amino kedua ke sitrulin terjadi dengan reaksi pemadatan di antara gugus amino aspartat dan karbon karbonil sitrulin dengan adanya ATP, untuk membentuk agininosuksinat. Reaksi ini dikatalisa oleh arginosuksinat sintetase sitosol hati, suatu enzim yang tergantung kepada Mg2+ (Faqih, 2012).

3) Reaksi pada asam argininosuksinat 12 
Selanjutnya siturulin bereaksi dengan asam aspartat membentuk asam argininosuksinat. Reaksi ini berlangsung dengan bantuan enzim argininosuksinat  sintese. Dalam reaksi tersebut ATP merupakan sumber energy dengan jalan melepaskan gugus fosfat dan berubah menjadi AMP (Faqih, 2012).
Sitrulin + aspartat + ATP → argininosuksinat + AMP + PPi + H+

2.4. Hubungan Antarorgan
Tubuh manusia memiliki mekanisme detoksifikasi yang mengeluarkan racun-racun dari dalam tubuh. Liver berfungsi sebagai pusat detoksifikasi alamiah yang mampu menetralisirkan semua racun di dalam tubuh. Liver, organ paling utama dalam proses detoks di dalam tubuh, melakukan detoksifikasi setiap hari (Aryati, 2009). Detoksifikasi adalah sebuah untuk membersihkan tubuh dengan menghilangkan racun yang mengendap dalam tubuh. Tanpa kita sadari, dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali racun (toxin) yang menyerang tubuh kita. Racun yang masuk ke dalam tubuh kita biasanya berasal dari luar tubuh (exotoxin), baik yang masuk mulut atau dari makanan maupun dari hidung berupa udara.
Detoksifikasi secara alamiah dilakukan tubuh untuk mengusir penyakit keluar tubuh melalui cairan keringat, tinja, urine juga pernapasan. Di samping mengusir racun keluar dari tubuh, detoksifikasi juga berguna untuk meningkatkan imunitas dan membuat kulit mulus. Zat-zat yang bersifat racun berasal dari ampas makanan karena tidak tercena dengan baik, zat makanan aditif, alkohol, udara tercemar bahkan pikiran dan emosi negatif harus dikeluarkan segera dari dalam tubuh. Zat-zat tadi bersifat racun karena itu secara teratur setiap hari dibuang melalui sistem pembuangan tubuh.
a.       Otot
Alanin dan glutamin merupakan 50% dari total nitrogen asam α amino yang dilepaskan dari jaringan otot. Sebaliknya otot secara konsisten mengambil sejumlah kecil serin, sistein, dan glutamat dari sirkulasi darah.


25-1

b. Hati dan Usus
Hati dan usus (jaringan splanknikus) secara konsisten mengambil dari darah sejumlah besar alanin dan glutamin, asam-asam amino utama yang dilepaskan oleh otot. Hati merupakan tempat primer pengambilan alanin, sementara usus untuk pengambilan glutamin. Dalam usus, kebanyakan gugus amino pada glutamin dilepaskan dari jaringan tersebut dalam bentuk alanin atau amonia bebas. Serin juga diekstraksi baik oleh jaringan splanknikus maupun jaringan otot (Strayer, 1995).
c. Ginjal
Ginjal merupakan sumber utama pelepasan serin, selain itu ginjal melepaskan alanin dalam jumlah sedikit tapi cukup berarti. Ginjal mengambil glutamin, prolin, dan glisisn dari sirkulasi darah.
d. Otak
Pengambilan valin oleh otak melampaui pengambilan asam amino lainnya, dan kemampuan otak tikus untuk mengoksidasi asam-asam amino rantai cabang (leusin, isoleusin, dan valin) sedikitnya 4 kali lebih besar daripada kemampuan otot maupun hati (Strayer, 1995).
NH3 dihasilkan dari hasil katabolisme nitrogen asam amino di jaringan tubuh, dan hasil kerja bakteri usus terhadap sisa protein/ asam amino dalam makanan dan urea dalam sekresi usus. Akibatnya kadar ammonia dalam vena porta lebih besar dibandingkan di  dalam darah sistemik. Ammonia akan diubah menjadi urea di hati. Pada cirrhosis hati kadar ammonia darah meningkat, apalagi bila disertai perdarahan gastrointestinal. Ammonia bersifat toksik terutama pada sistem saraf:  terjadi gangguan penglihatan, gangguan bicara, flapping tremor, coma sampai kematian. Sedangkan pada kerusakan ginjal berat: terjadi uremia (kadar ureum meningkat) (Martoharsono,1976).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood,2001).                   
Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H2O, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002). Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood,2001).

















III.   KESIMPULAN

1.      Transaminasi, gugus α-amino dipindahkan secara enzimatik ke atom karbon α pada α-ketoglutarat, sehingga dihasilkan asam α-keto, sebagai analog dengan asam amino yang bersangkutan. Reaksi ini juga menyebabkan aminasi αketoglutarat, membentuk L-glutamat.
Asam L-α-amino + α-ketoglutarat ↔ asam α-keto + L-glutamat
2.      Ammonia bersifat toksik, jadi tidak diangkut dalam bentuk bebas dari jaringan ekstrahepatik. Mekanisme utama yang terjadi pada kebanyakan jaringan adalah glutamin sintetase akan mengubah ammonia menjadi glutamin yang nontoksik.                                      
glu + NH4+ + ATP  Glutamin Sintase            gln + H2O + ADP + Pi
3.      Glutamin didapat dari a-ketoglutarat (tca cycle) melalui reaksi transaminasi dengan asam amino lain. Glutamin  diangkut dlm darah kehati, ginjal dan gut (usus). Dalam  hati glutamin dihidrolisis untuk melepas ammonia yg akan masuk siklus urea
gln +H2O    Glutaminase          glu + NH 4+
4.      Siklus Urea Terdiri Atas Beberapa Tahap Kompleks. Gugus amino pertama yang memasuki siklus urea muncul dalam bentuk ammonia bebas, oleh deasimenasi oksidatif glutamate di dalam mitokondria sel hati. Reaksi ini dikatalisis oleh glutamate dehidrogenase, yang memerlukan NAD+.
Glutamat- + NAD+ + H2O ↔ α-ketoglutarat2- + NH4+ + NADH + H+













DAFTAR PUSTAKA

Aryati, 2009, Detoksifikasi Luar Dalam, http://blog.tokoislam.info/puasa-detoksifikasi-luar-dalam, Diakses tanggal 26 Mei 2012.
Cunningham, K.W., 2002,  Essential Role of Calcineurin in Response to Endoplasmic Reticulum Stress EMBO J 21, 2343-2353.
Faqih, M., 2012, Siklus Urea, izafaqih.blogspot.com/2012/04/siklus-urea.html, Diakses tanggal 26 Mei 2012.
Martoharsono, S., 1976, Biokimia Jilid II, UGM Press, Yogyakarta.
Sherwood. L., 2001, Fisiologi manusia dari sel ke sistem, EGC, Jakarta
Strayer, L., 1995, Biochemistry, W.H freeman and Company, New York.




Tidak ada komentar: