I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagian besar energi metabolik yang dihasilkan didalam jaringan berasal
dari oksidasi karbohidrat dan triasilgliserol, yang bersama-sama memberikan
energi sampai 90% kebutuhan
energi laki-laki dewasa. Sisanya sebanyak 10%-15% tergantung pada makanan yang diberikan oleh oksidasi asam amino.
Walaupun
asam amino terutama sebagai unit pembangun bagi biosintesis protein, molekul
ini dapat mengalami degradasi oksidatif didalam tiga keadaan metabolik yang
berbeda. Selama putaran dinamik normal protein tubuh, asam amino yang dibebaskan, jika tidak diperlukan untuk sintesis protein tubuh yang baru maka
protein ini dapat mengalami degradasi oksidatif.
Pada hewan,
ureotelik, ammonia yang dihasilkan dari deaminasi asam amino diubah menjadi
urea di dalam hati oleh mekanisme siklik, yaitu siklus urea, yang pertama kali
ditemukan leh Hans Krebs dan Kurt Henseleit pada 1932. Krebs dan Henseleit
menemukan bahwa kecepatan pembentukan urea dari ammonia oleh irisan tipis hati
yang disuspensikan di dalam medium buffer aerobic dipercepat oleh penambahan
salah satu dari tiga senyawa spesifik, ornitin, sitrulin, atau arginin.
2.2.
Tujuan
a. Mengetahui dan memahami pemindahan gugus α-amino dikatalis oleh transaminase
b. Mengetahui
dan memahmi transport amonia
c. Mengetahui dan memahami tahap siklus
urea
II.
PEMBAHASAN
2.1. Pemindahan
Gugus α-Amino Dikatalis oleh Transaminase
Gugus α-amino dari ke 20 asam L-amino yang biasa dijumpai pada protein,
pada akhirnya dipindahkan pada tahap tertentu dalam degradatif oksidatif
molekul tersebut. Jika tidak dipergunakan kembali untuk sintesis asam amino
yang baru atau produk nitrogen lainnya, gugus amino ini dikumpulkan dan lambat
laun diubah menjadi satu produk akhir yang dapat dikeluarkan. Pada manusia dan
kebanyakan vertebrata daratan, bentuk ini adalah urea. Pembebasan gugus α-amino
dari kebanyakan asam L-amino dikatalisa oleh enzim yang disebut transaminase
atau aminotransferase (Faqih, 2012).
Pada reaksi
ini, yang kita kenal juga sebagai transaminasi, gugus α-amino dipindahkan
secara enzimatik ke atom karbon α pada α-ketoglutarat, sehingga dihasilkan asam
α-keto, sebagai analog dengan asam amino yang bersangkutan. Reaksi ini juga
menyebabkan aminasi αketoglutarat, membentuk L-glutamat.
Asam
L-α-amino + α-ketoglutarat ↔ asam α-keto + L-glutamat
![]() |
Perhatikan bahwa kita tidak menjumpai deaminasi total, atau hilangnya gugus amino di dalam reaksi ini, karena α-ketoglutarat teraminasi pada saat asam α-amino mengalami deaminasi. Tujuan keseluruhan reaksi transaminasi adalah mengumpulkan gugus amino dari berbagai asam amino dalam bentuk hanya satu asam amino, yakni L-glutamat. Jadi katabolisme gugus asam amino menyatu menjadi produk tunggal (Faqih, 2012).
Kebanyakan
transaminase bersifat spesifik bagi α-ketoglutarat sebagai molekul penerima
gugus amino di dalam reaksi ini seperti dituliskan di atas. Namun demikian,
enzim tersebut tidak terlalu spesifik bagi substratnya yang lain, yaitu asam
L-amino yang memberikan gugus aminonya.
Gambar 1. Reaksi Transaminase
Beberapa transaminase yang paling penting, yang
dinamakan sesuai dengan molekul pemberi aminonya, ditunjukkan oleh persamaan di
bawah ini:
L-Alanin + α – ketoglutarat ↔ piruvat + L- glutamate
(alanin transaminase)
L-Aspartat + α–ketoglutarat ↔ oksaloasetat + L-glutamat
(aspartat tansaminase)
L-Leusin + α–ketoglutarat ↔ α- ketoisokaproat + L-glutamat
(leusin transaminase)
L-Tirosin + α–ketoglutarat ↔ P-hidroksitenilpiruvat + L-glutamat
(tirosin transaminase)
(Strayer, 1995).
![]() |
Jadi, α-ketoglutarat merupakan senyawa umum penerima gugus amino dari kebanyakan asam amino yang lain. L-glutamat yang terbentuk berperan untuk menyampaikan gugus amino kepada lintas biosintetik tertentu atau menuju ke urutan akhir reaksi ini. Di sini, hasil buangan bernitrogen dibentuk dan lalu dikeluarkan dari tubuh. Semua transaminase memiliki gugus prostetik yang terikat kuat dan mekanisme reaksi yang bersifat umum. Gugus prostetik piridoksal fosfat, merupakan turunan piridoksin atau vitamin B6. Piridoksal fosfat berfungsi sebagai senyawa antara pembawa gugus amino pada sisi aktif transaminase. Selama berlangsungnya siklus katalistik, molekul ini mengalami perubahan dapat balik di antara bentuk aldehidanya, piridoksal fosfat, yang dapat menerima gugus amino, dan bentuk teraminasinya piridoksamin fosfat, yang dapat memberikan gugus aminonya kepada α-ketoglutarat. Dengan cara ini, gugus prostetik bertindak sebagai molekul pembawa sementara gugus amino (yang bersifat dapat balik) dari suatu asam amino menuju α-ketoglutarat
Transaminase merupakan contoh klasik enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi
ping-pong bimolecular. Pada reaksi tersebut, substrat pertama harus
meninggalkan sisi aktif enzim sebelum substrat kedua dapat terikat. Jadi, asam
amino yang datang mengikat sisi aktif, memberikan gugus aminonya ke piridoksal
fosfat, dan meninggalkan enzim dalam bentuk suatu asam α-keto. Lalu, asam
α-keto yang datang diikat, menerima gugus amino dari piridoksamin fosfat, dan
meninggalkan enzim, sekarang dalam bentuk suatu asam amino (Strayer,
1995).
Gugus karbonil dari piridoksal fosfat yang terikat oleh enzim bergabung
dengan gugus α-amino dari asam amino yang datang, membentuk senyawa antara yang
berikatan kovalen, yaitu sejenis senyawa yang disebut basa Schiff. Suatu perpindahan
ikatan ganda C=N terjadi setelah itu, dan kerangka karbon asam amino yang
terikat kovalen pada gugus prostetik dalam bentuk pirikdosamin fosfat. Molekul
ini sekarang membentuk basa Schiff dengan α-ketoglutarat yang datang, yang
segera menerima gugus asam amino, pada hakekatnya melalui kebalikan reaksi yang
membentuknya.
Pengukuran aktivitas transminase alanin dan aspartat di alam serum darah
merupakan prosedur diagnostic yang penting di dalam ilmu kedokteran, yang
digunakan untuk menentukan gawatnya serangan jantung dan untuk memantau
penyembuhan penyakit ini. Pengukuran ini juga dipergunakan untuk mendetaksi
pengaruh racun beberapa kimiawi industry (Strayer,
1995).
2.2.
Transport Amonia
Krebs dan Henseleit
menemukan bahwa kecepatan pembentukan urea dari ammonia oleh irisan tipis hati
yang disuspensikan di dalam medium buffer aerobic dipercepat oleh penambahan
salah satu dari tiga senyawa spesifik, ornitin, sitrulin, atau arginin.

Arginin tentunya merupakan salah satu
asam amino baku yang ditemukan pada protein. Walaupun ornitin dan sitrulin juga
merupakan asam α-amino, golongan ini
tidak terdapat sebagai unit pembangun molekul protein. Ketiga senyawa ini
merangsang aktivitas sintesis urea jauh melampaui aktivitas senyawa bernitrogen
umum lainnya yang diuji. Struktur ketiga senyawa aktif ini memperlihatkan bahwa
ketiganya mungkin berhubungan satu sama lain dalam satu urutan, dengan ornitin
sebagai pemula sitrulin dan selanjutnya sitrulin menjadi pemula arginin.
Arginin telah lama diketahui dapat terhidrolisa menjadi ornitin dan urea oleh
kerja enzim arginase (Faqih, 2012).

Krebs menyimpulkan
bahwa suatu proses siklik terjadi, dengan ornitin memegang peranan serupa
dengan oksalaasetat di dalam siklus asam sitrat. Molekul ornitin bergabung
dengan satu molekul NH3 dan
satu CO2 membentuk sitrulin. Molekul kedua ammonia ditambahkan ke
sitrulin, membentuk arginin, yang lalu terhidrolisis menghasilkan urea, dengan
pembentukan kembali molekul ornitin.
Semua organisme yang mampu melakukan
biosintesis arginin dapat mengkatalisis reaksi-reaksi ini sampai ke titik
arginin, tetapi hanya hewan ureotelik yang dilengkapi sejumlah besar enzim
arginase, yang mengkatalisis hidrolisis tak
dapat balik arginin, membentuk urea dan ornitrin. Ornitrin yang diregenerasi
ini lalu siap untuk memulai putaran selanjutnya siklus urea ini (Strayer,
1995).

Ammonia bersifat
toksik, jadi tidak diangkut dalam bentuk bebas dari jaringan ekstrahepatik. Mekanisme utama yang terjadi pada kebanyakan jaringan
adalah glutamin sintetase akan mengubah ammonia menjadi glutamin yang
nontoksik.

Glutamin didapat dari a-ketoglutarat
(tca cycle) melalui reaksi transaminasi dengan asam amino lain. Glutamin diangkut dlm darah kehati, ginjal dan gut (usus).
Dalam
hati glutamin dihidrolisis untuk melepas ammonia yg akan masuk
siklus urea

2.3.
Tahap Siklus Urea
Siklus Urea Terdiri Atas Beberapa Tahap Kompleks.
Gugus amino pertama yang memasuki siklus urea
muncul dalam bentuk ammonia bebas, oleh deasimenasi oksidatif glutamate di
dalam mitokondria sel hati. Reaksi ini dikatalisis oleh glutamate
dehidrogenase, yang memerlukan NAD+.
Glutamat-
+ NAD+ + H2O ↔ α-ketoglutarat2- + NH4+
+ NADH + H+

Reaksi dari
siklus urea yaitu:
1)
Reaksi pada sintesis karbamil fosfat
Amonia
bebas yang terbentuk segera dipergunakan, bersama-sama dengan karbon dioksida
yang dihasilkan di dalam mitokondria oleh respirasi, untuk membentuk karbamoil
fosfat di dalam matriks, pada suatu reaksi yang
bergantung kepada ATP, yang dikatalisis oleh enzim karbamoil fosfat
sintetase I. Angka Romawi ini menunjukkan bentuk mitokondria enzim ini, untuk
membendakannya dari bentuk sitosolnya (II). Dalam reaksi pembentukan karbamil
fosfat ini, satu mol ammonia bereaksi dengan satu mol karbondioksida dengan
bantuan enzim karbamilfosfat sintetase. Reaksi ini membutuhkan energy,
karenanya reaksi ini melibatkan dua mol ATP yang diubah menjadi ADP. Disamping
itu sebagai kofaktor dibutuhkan Mg2+ dan N-asetil-glutamat.
CO2 + NH3 + 2ATP +
H2O → OPO-OO- + 2 ADP + Pi H2NCOMg2 ΔGo=-3,3kkal/mol
+ N-asetil glutamat Karbamoil
fosfat
Karbamoil fosfat
sintetase I merupakan enzim pengatur, enzim ini memerlukan N-asetilglutamat
sebagai modulator positif atau perangsangnya. Karbamoil fosfat merupakan senyawa
berenergi tinggi, molekul ini dapat
dipandang sebagai suatu pemberi gugus karbamoil yang telah diaktifkan.
Perhatikan bahwa gugus fosfat ujung dari dua molekul ATP dipergunakan untuk
membentuk satu molekul karbamoil fosfat (Strayer, 1995).
2) Reaksi
pada pembentukan siturulin 11
Pada tahap selanjutnya dari siklus urea, karbamoil
fosfat memberikan gugus karbamoilnya kepada ornitin untuk membentuk sitrulin
dan membebaskan fosfatnya, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh ornitin
transkarbamoilase yang terdapat pada bagian mitokondria sel hati, yakni enzim
mitokondria yang memerlukan Mg2+.
Karbamoil fosfat + ornitin →
sitrulin + Pi + H+

Sitrulin yang terbentuk
sekarang meninggalkan mitokondria dan menuju ke dalam sitosol sel hati. Gugus
amino yang kedua sekarang datang dalam
bentuk L-aspartat, yang sebaliknya diberikan dari L-glutamat oleh kerja aspartat
transaminase.
Oksalasetat + L-glutamat ↔
L-aspartat + α-ketoglutarat
L-Glutamat tentunya menerima gugus amino
dari kebanyakan asam amino umum lainnya oleh transaminasi menjadi
α-ketoglutarat. Pemindahan gugus amino kedua ke sitrulin terjadi dengan reaksi
pemadatan di antara gugus amino aspartat dan karbon karbonil sitrulin dengan
adanya ATP, untuk membentuk agininosuksinat. Reaksi ini dikatalisa oleh
arginosuksinat sintetase sitosol hati, suatu enzim yang tergantung kepada Mg2+
(Faqih, 2012).
3) Reaksi pada asam argininosuksinat
12
Selanjutnya siturulin
bereaksi dengan asam aspartat membentuk asam argininosuksinat. Reaksi ini
berlangsung dengan bantuan enzim argininosuksinat sintese. Dalam reaksi tersebut ATP merupakan
sumber energy dengan jalan melepaskan gugus fosfat dan berubah menjadi AMP (Faqih,
2012).
Sitrulin + aspartat + ATP →
argininosuksinat + AMP + PPi + H+
2.4.
Hubungan Antarorgan
Tubuh manusia memiliki
mekanisme detoksifikasi yang mengeluarkan racun-racun dari dalam tubuh. Liver
berfungsi sebagai pusat detoksifikasi alamiah yang mampu menetralisirkan semua
racun di dalam tubuh. Liver, organ paling utama dalam proses detoks di dalam
tubuh, melakukan detoksifikasi setiap hari (Aryati, 2009). Detoksifikasi adalah
sebuah untuk membersihkan tubuh dengan menghilangkan racun yang mengendap dalam
tubuh. Tanpa kita sadari, dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali racun
(toxin) yang menyerang tubuh kita. Racun yang masuk ke dalam tubuh kita
biasanya berasal dari luar tubuh (exotoxin), baik yang masuk mulut atau dari
makanan maupun dari hidung berupa udara.
Detoksifikasi
secara alamiah dilakukan tubuh untuk mengusir penyakit keluar tubuh melalui
cairan keringat, tinja, urine juga pernapasan. Di samping mengusir racun keluar
dari tubuh, detoksifikasi juga berguna untuk meningkatkan imunitas dan membuat
kulit mulus. Zat-zat yang bersifat racun berasal dari ampas makanan karena
tidak tercena dengan baik, zat makanan aditif, alkohol, udara tercemar bahkan
pikiran dan emosi negatif harus dikeluarkan segera dari dalam tubuh. Zat-zat tadi
bersifat racun karena itu secara teratur setiap hari dibuang melalui sistem
pembuangan tubuh.
a. Otot
Alanin dan glutamin
merupakan 50% dari total nitrogen asam α amino yang dilepaskan dari jaringan
otot. Sebaliknya otot secara konsisten mengambil sejumlah kecil serin, sistein,
dan glutamat dari sirkulasi darah.
![]() |
b. Hati dan Usus
Hati dan usus (jaringan
splanknikus) secara konsisten mengambil dari darah sejumlah besar alanin dan
glutamin, asam-asam amino utama yang dilepaskan oleh otot. Hati merupakan tempat
primer pengambilan alanin, sementara usus untuk pengambilan glutamin. Dalam
usus, kebanyakan gugus amino pada glutamin dilepaskan dari jaringan tersebut
dalam bentuk alanin atau amonia bebas. Serin juga diekstraksi baik oleh
jaringan splanknikus maupun jaringan otot (Strayer, 1995).
c. Ginjal
Ginjal merupakan sumber
utama pelepasan serin, selain itu ginjal melepaskan alanin dalam jumlah sedikit
tapi cukup berarti. Ginjal mengambil glutamin, prolin, dan glisisn dari
sirkulasi darah.
d. Otak
Pengambilan valin oleh
otak melampaui pengambilan asam amino lainnya, dan kemampuan otak tikus untuk
mengoksidasi asam-asam amino rantai cabang (leusin, isoleusin, dan valin)
sedikitnya 4 kali lebih besar daripada kemampuan otot maupun hati (Strayer,
1995).
NH3 dihasilkan
dari hasil katabolisme nitrogen asam amino di jaringan tubuh, dan hasil kerja
bakteri usus terhadap sisa protein/ asam amino dalam makanan dan urea dalam
sekresi usus. Akibatnya kadar ammonia dalam vena porta lebih besar dibandingkan
di dalam darah sistemik. Ammonia akan
diubah menjadi urea di hati. Pada cirrhosis hati kadar ammonia darah meningkat,
apalagi bila disertai perdarahan gastrointestinal. Ammonia bersifat toksik
terutama pada sistem saraf: terjadi gangguan
penglihatan, gangguan bicara, flapping tremor, coma sampai kematian. Sedangkan
pada kerusakan ginjal berat: terjadi uremia (kadar ureum meningkat) (Martoharsono,1976).
Amonia (NH3),
hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh
karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk
sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang
kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil
perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada
kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna
memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang
mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah
dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood,2001).
Komposisi urin yang
dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa
substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada
urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa
metabolisme antara lain, CO2, H2O, NHS, zat warna empedu,
dan asam urat (Cuningham, 2002). Karbon dioksida dan air merupakan sisa
oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak
dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak
berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat
dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O
dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood,2001).
III.
KESIMPULAN
1. Transaminasi, gugus α-amino dipindahkan secara enzimatik ke atom karbon α
pada α-ketoglutarat, sehingga dihasilkan asam α-keto, sebagai analog dengan
asam amino yang bersangkutan. Reaksi ini juga menyebabkan aminasi αketoglutarat,
membentuk L-glutamat.
Asam L-α-amino + α-ketoglutarat ↔ asam α-keto + L-glutamat
2. Ammonia
bersifat toksik, jadi tidak diangkut dalam bentuk bebas dari jaringan
ekstrahepatik. Mekanisme utama
yang terjadi pada kebanyakan jaringan
adalah glutamin sintetase akan mengubah ammonia menjadi glutamin yang
nontoksik.

3.
Glutamin didapat dari a-ketoglutarat
(tca cycle) melalui reaksi transaminasi dengan asam amino lain. Glutamin diangkut dlm darah kehati, ginjal dan gut (usus).
Dalam
hati glutamin dihidrolisis untuk melepas ammonia yg akan masuk
siklus urea

4.
Siklus Urea Terdiri Atas Beberapa Tahap Kompleks.
Gugus amino pertama yang memasuki siklus urea
muncul dalam bentuk ammonia bebas, oleh deasimenasi oksidatif glutamate di
dalam mitokondria sel hati. Reaksi ini dikatalisis oleh glutamate
dehidrogenase, yang memerlukan NAD+.
Glutamat- + NAD+ + H2O ↔ α-ketoglutarat2-
+ NH4+ + NADH + H+
DAFTAR
PUSTAKA
Aryati, 2009, Detoksifikasi Luar Dalam, http://blog.tokoislam.info/puasa-detoksifikasi-luar-dalam,
Diakses tanggal 26 Mei 2012.
Cunningham, K.W., 2002, Essential Role of Calcineurin in Response to
Endoplasmic Reticulum Stress, EMBO J 21,
2343-2353.
Faqih, M., 2012, Siklus Urea, izafaqih.blogspot.com/2012/04/siklus-urea.html, Diakses tanggal 26
Mei 2012.
Martoharsono, S., 1976, Biokimia
Jilid II, UGM Press, Yogyakarta.
Sherwood. L., 2001, Fisiologi manusia dari
sel ke sistem, EGC, Jakarta
Strayer, L., 1995, Biochemistry,
W.H freeman and Company, New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar